(suterachannel.id) Wajo – Sulsel, Nasib pahit dialami Aliyuddin, S.Pd., mantan Kepala SMAN 5 Sinjai, Sulawesi Selatan. Ia mengaku menjadi korban rangkaian intimidasi, rekayasa administrasi, hingga penurunan jabatan secara sepihak tanpa proses pemeriksaan yang objektif dan adil.
Menurut Aliyuddin, kisruh bermula pada 24–25 September 2022 ketika terjadi aksi demonstrasi oleh sejumlah siswa yang menolak kehadiran Anak Didik dari Lapas (Andikpas). Aksi ini diduga kuat diprovokasi oleh oknum guru yang dikomandoi oleh mantan kepala sekolah serta beberapa guru lain yang juga merupakan orang tua siswa. Ironisnya, aksi ini mendapat dukungan dari oknum pengawas sekolah dan pejabat Cabang Dinas Pendidikan Wilayah V.
“Sebagai imbas dari gejolak tersebut, pada 29 September 2022, saya yang saat itu menjabat sebagai Kepala SMAN 5 Sinjai dipindahtugaskan untuk mendata sarana dan prasarana (sarpras) seluruh SMA se-Sulsel. Tugas tersebut berhasil saya selesaikan dan menjadi acuan bagi Disdik Sulsel dalam monitoring dan evaluasi Dapodik se-Sulsel,” tuturnya.
Namun, saat kembali bertugas di SMAN 5 Sinjai pada 21 Oktober 2022, penolakan masih berlanjut. Berbagai upaya mediasi gagal, dan situasi semakin memanas dengan mencuatnya kembali isu-isu lama seperti dugaan korupsi dana BOS serta pemalsuan dokumen oleh pejabat sebelumnya dan oknum guru.
“Puncaknya terjadi pada 19 November 2022, ketika sejumlah siswa—yang di antaranya merupakan anak guru dan anggota kepolisian—dilaporkan merusak dan mencuri kamera CCTV sekolah. Tanpa penyelesaian yang jelas, saya diberhentikan sementara sebagai kepala sekolah, namun tetap diminta mempertanggungjawabkan dana BOS, tanpa diberi hak atas penilaian kinerja,” jelas Aliyuddin.
Ia melanjutkan, kondisi semakin janggal ketika pada 18 Januari 2023 ia justru diperiksa bukan atas pemberhentiannya, melainkan karena dianggap tidak masuk kerja.
“Logikanya di mana? Saya ditolak sebagai kepala sekolah, tapi di saat yang sama disuruh masuk kerja sebagai guru di tempat yang tidak menerima saya?” ungkapnya.
Menanggapi surat teguran dari Cabdis Wilayah V, Aliyuddin mengirimkan surat keberatan hingga ke Gubernur Sulsel pada 30 Januari 2023. Ia mengakui bahwa pada Februari 2023 sempat dipanggil klarifikasi oleh BKD dan Disdik Sulsel. Namun, surat pindah tak kunjung diterbitkan hingga terjadi pergantian Kepala Dinas Pendidikan pada Mei 2023.
“Baru pada 1 Juli 2023, saya resmi dipindahkan ke SMAN 8 Sinjai sebagai guru. Tapi masalah belum selesai. Pada 20 Juni 2024, Inspektorat Sulsel kembali memeriksa dugaan ketidakhadiran saya di SMAN 5 Sinjai, padahal menurut saya periode tersebut sudah lewat dan semestinya dianggap selesai,” ujarnya.
Yang lebih mengejutkan, kata Aliyuddin, Kepala SMAN 8 Sinjai justru menyerahkan data fingerprint dari Juli 2023–Mei 2024 yang menunjukkan bahwa semua ASN tidak masuk kerja. Namun kemudian, kepala sekolah meminta seluruh guru menandatangani daftar hadir manual sebagai pengganti absensi elektronik.
“Manipulasi seperti ini berpotensi menyeret semua ASN ke masalah serius,” kata Aliyuddin.
Akibat pemeriksaan tersebut, pada 3 Oktober 2024, Aliyuddin menerima SK Gubernur yang menjatuhkan sanksi disiplin berupa penurunan jabatan menjadi pelaksana.
Ia juga menyebut bahwa perlakuan Kepala SMAN 8 Sinjai semakin mengarah pada intimidasi. Ia tidak diberi tugas sesuai jabatannya, dikeluarkan dari grup resmi sekolah, dan dihapus dari daftar hadir—baik manual maupun fingerprint.
Yang paling mengherankan, katanya, adalah terbitnya Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) dari Dinas Pendidikan Sulsel tertanggal 1 Oktober 2024, yang menyatakan bahwa ia telah bertugas di Cabdis Wilayah V per 30 Mei 2025, padahal tanggal tersebut belum terjadi saat surat itu diterbitkan.
“Ini bentuk kekacauan administratif yang disengaja,” tegas Aliyuddin.
Merasa dizalimi, ia melaporkan Kepala SMAN 8 Sinjai secara resmi ke Cabang Dinas Wilayah V dengan tembusan ke Gubernur Sulsel atas dugaan pelanggaran disiplin berat sesuai PP 94 Tahun 2021 Pasal 3 huruf f, Pasal 4 huruf h, dan Pasal 5 huruf a, i, dan j.
Tak berhenti di situ, Aliyuddin juga mengungkap bahwa pada 19 Maret 2025 ia telah berupaya melapor ke Polsek Sinjai Borong, namun tidak diberi ruang untuk membuat laporan resmi. Kini, ia meminta kepada Kapolda Sulsel untuk memberikan perlindungan hukum terhadap dirinya. Ia pun menyatakan akan terus melanjutkan upaya hukum demi keadilan dan kehormatan profesinya sebagai pendidik.
“Saya akan terus mencari keadilan. Ini bukan hanya soal jabatan, tapi harga diri seorang guru yang bekerja dengan integritas,” tutupnya.
Deden.